BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengobati kecanduan narkoba memang bukan perkara mudah.
Saking beratnya, pecandu bahkan bisa kembali lagi terjerat narkoba meski sudah
menjalani terapi. Berbagai terapi pun banyak ditawarkan untuk menghilangkan kebiasaan
mengonsumsi barang-barang adiktif tersebut. Jika memang benar-benar ingin sembuh, pecandu terlebih
dahulu harus menguatkan tekad dan tentu saja meninggalkan lingkungan lamanya.
Namun terkadang tekad yang kuat saja tidak cukup untuk bisa terbebas dari
jeratan candu narkoba.
Kebanyakan pecandu membutuhkan bantuan terapi untuk bisa
menghilangkan efek obat-obatan terlarang yang telah terlanjur merusak sistem di
otaknya.Masalah narkoba, sampai kapan pun, mungkin tak akan selesai. Tetapi,
untuk mencegah semakin meluasnya penyalahgunaan narkoba, upaya
penanggulangannya tetap harus digiatkan. Dan satu cara lagi disodorkan untuk
menanggulangi ketergantungan pada narkoba, Cara itu adalah akupuntur.
Akupunktur
merupakan suatu metode terapi dengan penusukan pada titik-titik di permukaan tubuh
untuk mengobati penyakit maupun kondisi kesehatan lainnya. Dikenal sejak
4000-5000 tahun yang lalu di Cina sebagai bagian dari TCM (Traditional Chinese
Medicine). Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka dikalangan kedokteran
berkembang akupunktur medik yaitu metode terapi akupunktur yang berlandaskan
pada neuroscience, mengobati pasien dengan prinsip medik dan evidence based.
Pada
tahun 1979 WHO menetapkan 43 penyakit yang dapat ditanggulangi dengan
akupunktur. Dan pada tahun 1991 WHO mengintegrasikan ilmu akupunktur ke dalam
ilmu kedokteran konvensional, karena sangat banyak evidence mengenai manfaat
dan keamanannya. Pada tahun 2002 WHO mendukung negara anggotanya
mengintegrasikan akupunktur ke dalam sistem kesehatan nasional dengan
mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan serta memperhatikan safety,
efficacy, quality dengan cara memperluas pengetahuan dan memberi pedoman
standar pengaturan dan jaminan kualitas. Selain itu juga meningkatkan
ketersediaan profesional dengan mengutamakan akses bagi penduduk miskin. Pada
saat ini akupunktur telah dipraktekkan di banyak negara di dunia.
Di
Indonesia akupunktur mulai dikenal pada institusi kesehatan formal dengan
ditetapkannya RS Dr Cipto Mangunkusumo oleh Menteri Kesehatan sebagai Pilot
Proyek Penelitian dan Pengembangan Ilmu Akupunktur oleh Departemen Kesehatan
pada tahun 1963. Pendidikan Ilmu Akupunktur diberikan oleh tim pengajar Dokter
Ahli Akupunktur RRC yang pada waktu itu mengobati Presiden Sukarno kepada para
dokter dari berbagai bagian FKUI/RSCM (a.l. Penyakit Dalam, Saraf, Anak, THT,
dll). Untuk memberikan pelayanan akupunktur kepada masyarakat kemudian dibentuk
Sub Bagian Akupunktur Bagian Penyakit Dalam FKUI/RSCM dengan dipimpin oleh
Prof. Dr. Oei Eng Tie. Selanjutnya berkembang menjadi Bagian Akupunktur, saat
ini menjadi Departemen Akupunktur. Sebagai salah satu Departemen Medik di RS
Dr. Cipto Mangunkusumo, Departemen Akupunktur memberikan pelayanan maupun
konsultasi dengan berdasarkan prinsip medik dan evidence based.
BAB II
ISI
2.1 Definisi Narkoba
Narkoba adalah semua jenis bahan kimia yang bekerja pada
susunan saraf pusat, mempengaruhi kerja otak, dan memberikan efek berupa
perubahan pada perilaku, persepsi, suasana hati, dan kesadaran. NARKOBA
merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat
Berbahaya. Istilah lain untuk narkoba adalah NAPZA (Narkotika, Alkohol,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), madat, dan lain–lain. Dalam dunia
kedokteran, istilah yang dipergunakan adalah zat psikoaktif, atau dikenal juga
dengan nama zat psikotropika. Menurut ICD-10 dan WHO, zat psikoaktif atau
narkoba dapat dibagi menjadi alkohol, amfetamin, kafein, ganja, kokain,
halusinogen, inhalan, nikotin, opioid, dan sedative-hypnolytic-anxiolytic.
Dilihat dari aspek legalitas, keberadaan zat psikoaktif diatur oleh sejumlah
peraturan yang berbeda – beda di tiap negara. Undang – Undang Republik Indonesia yang mengatur
masalah zat psikoaktif adalah Undang –
Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang –
Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
a. Narkotika
Narkotika
diatur dalam UU RI no 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Menurut UU ini,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi 3
golongan, golongan I, II, dan III. Semua golongan hanya dapat dipakai untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan, kecuali
narkotika golongan I yang tidak boleh digunakan untuk keperluan – keperluan di
luar pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Psikotropika
Psikotropika
diatur dalam UU RI no 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Definisi psikotropika dalam UU ini adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis yang
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruhselektif pada
susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Psikotopika dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan I, II, III, dan
IV. Semua golongan hanya dapat dipakai untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau ilmu pemgetahuan, kecuali psikotropika golongan I yang hanya dapat
dipakai demi kepent ingan pengembangan ilmu pengetahuan.
c. Lain – lain
Zat
lain yang tidak termasuk dalam jenis narkotika maupun psikotropika. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
nikotin, alkohol, dan inhalan.
2.1.1 Jenis-Jenis
Narkoba dan Gejalanya
A. Narkoba Legal
1
Alkohol
·
Gejala
Intoksikasi
Muncul perilaku
maladaptif misalnya, agresif, suasana perasaan yang labil, gangguan
pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berkembang selama,
atau segera setelah meminum alkohol. Bicara menjadi cadel, koordinasi gerak
terganggu, gaya berjalan tidak mantap, nistagmus, gangguan perhatian dan daya
ingat, dapat disertai stupor atau koma.
·
Gejala Putus
Zat
Ditandai dua
(atau lebih) gejala; hiperaktivitas otonomik (berkeringat, jantung
berdebar-debar, tekanan darah meninggi); peningkatan tremor tangan; insomnia;
halusinasi atau ilusi lihat, raba, atau dengar; agitasi psikomotor; kecemasan;
mual, muntah, lemah, letih, dan lesu.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Komplikasi jangka
panjang alkohol dapat menimbulkan gangguaan pada susunan saraf pusat
(degenerasi serebelum), hati, organ pencernaan (malabsorpsi), sistem pernafasan
(bronkitis), otot, janin (fetal alcohol syndrome), elektrolit, endokrin
(hipogonadisme pada laki-laki) dan risiko kanker.
2
Nikotin
·
Gejala
Intoksikasi
Kewaspadaan
meningkat, mengurangi ketegangan mental pada waktu stres, meningkatkan daya ingat
jangka pendek, mengurangi rasa lapar dan karenanya mengurangi berat badan,
serta meningkatkan perhatian.
·
Gejala Overdosis
Mual, muntah,
berliur, nyeri perut, takikardi, hipertensi, nafas cepat, miosis, kebingungan,
dan agitasi.
·
Gejala Putus
Zat
Takikardi,
tangan gemetar, suhu kulit meningkat, keinginan kuat untuk merokok lagi, mudah marah,
hipotensi, nyeri kepala, cemas, gelisah, nafsu makan meningkat, kesulitan
berkonsentrasi, ansietas, dan depresi.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Penyakit jantung
dan pembuluh darah, penyakit paru (bronkitis, emfisema, pneumonia, dan kanker
paru), memperberat gastritis, osteoporosis, dan kulit keriput.
3
Inhalan-Solven
·
Gejala
Intoksikasi
Gejala
intoksikasi yang muncul adalah euforia, perasaan melayang, iritasi pada mata,
melihat objek menjadi ganda, suara berdengung di telinga, batuk, kemerahan di
sekitar mulut, mual, muntah, diare, kehilangan nafsu makan, nyeri dada,
inkoordinasi motorik, letargi, hiporefleks, aritmia, nyeri otot dan sendi, halusinasi,
ilusi, mudah tersinggung, impulsif, kesadaran tersamar, dan perilaku aneh.
·
Gejala
Overdosis
Bila penggunaan
pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang otot saluran nafas sehingga
menghambat jalan nafas dan mengakibatkan kematian mendadak (sudden sniffing
death).
·
Gejala Putus
Zat
Gejala putus zat
inhalan dan solven dikarakteristikan oleh kerentanan terhadap kejang.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Masalah medis
yang muncul pada pengguna inhalan-solven kronis meliputi kelemahan otot,
gangguan pencernaan (sakit, mual, muntah, muntah darah), disfungsi renal,
kardiomiopati, hepatotoksisitas, kelainan sistem paru, kelainan hematopoiesis (anemia),
dan masalah neurologis (sakit kepala, paraesthesia, dementia).
B.
Narkoba Ilegal
1.
Stimulan
Golongan
stimulan terdiri dari amfetamin (contoh: ekstasi, shabu-shabu) dan kokain.
·
Gejala
Intoksikasi
Efek yang
dihasilkan adalah kewaspadaan meningkat, perasaan enak, euforia, energi
meningkat, kecemasan, ketegangan, atau iritabilitas. Gejala lainnya yaitu
takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, hipertensi atau hipotensi, berkeringat
atau menggigil, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi
psikomotor, kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia jantung,
kebingungan, kejang, diskinesia, distonia, atau koma.
·
Gejala
Overdosis
Gejalanya adalah
kegelisahan, pusing, refleks meningkat, tremor, insomnia, iritabilitas, kebingungan,
halusinasi, panik, tubuh menggigil, kulit pucat atau kemerahan, keringat
berlebih, berdebar-debar, hipertensi atau hipotensi, nyeri dada, mual, muntah,
diare, kejang otot perut, kejang-kejang, kehilangan kesadaran dan akhirnya
koma.
·
Gejala Putus
Zat
Gejala putus zat
yang paling sering adalah depresi, dapat disertai dengan ide atau usaha bunuh
diri, kelelahan, mimpi tidak menyenangkan, insomnia atau hipersomnia,
peningkatan nafsu makan, dan retardasi atau agitasi psikomotor.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Gangguan tidur,
kecemasan, tidak nafsu makan, gangguan fungsi motoric dan kognitif, gangguan
serebrovaskular (infark serebral nonhemoragik), gangguan kardiovaskular (infark
miokardium, aritmia, kardiomiopati,), kejang, delirium, ataksia, trombosis vena
pada ekstremitas atas, inflamasi atau infeksi lokal paruparu, gangguan ginjal,
iskemia intestinal, perforasi gastroduodenal, dan kolitis.
2.
Ganja (Canabis)
·
Gejala
Intoksikasi
Muncul perilaku
maladaptif seperti gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi waktu
menjadi lambat, gangguan pertimbangan, dan penarikan diri dari kegiatan sosial.
Gejala lainnya
adalah injeksi konjungtiva (dilatasi pembuluh darah kapiler pada bola mata);
peningkatan nafsu makan (disebabkan zat aktif ganja, THC, merangsang pusat
nafsu makan di otak); mulut kering (disebabkan THC mengganggu sistem saraf
otonom yang mengatur sekresi kelenjar air liur); takikardi (jantung
berdebar-debar).
·
Gejala
Overdosis
Sangat mengantuk
sampai tertidur, pupil mengecil, daya berpikir melemah, detak jantung dan
denyut nadi melambat, tekanan darah turun, kesadaran turun, pingsan, koma,
kematian.
·
Gejala Putus
Zat
Keluar keringat
dingin, pikiran kacau, gelisah, iritabilitas, kelemahan badan, pupil melebar, jantung
berdebar-debar, tremor, insomnia, anoreksia, mual ringan, diare, dan depresi.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Penggunaan ganja
jangka panjang berhubungan dengan atrofi serebral, kerentanan untuk terjadinya
kejang, kerusakan kromosom, cacat janin, menurunkan imunitas, peradangan
paru-paru, sinusitis, faringitis, perubahan konsentrasi testosteron, hipotrofi
prostat dan testis, disregulasi menstruasi, dan menghambat ovulasi walau
bersifat reversibel.
3. Halusinogen
Golongan
halusinogen terdiri dari LSD-like drugs (LSD, meskalin, psilosin,DMT)
dan MDMA-like drugs (MDMA, MDA).
·
Gejala
Intoksikasi
Gejala
intoksikasi yang dihasilkan adalah perubahan persepsi (halusinasi, ilusi),
perubahan psikologis (depresi, paranoid, gangguan pengambilan keputusan), dan
tanda-tanda lain (dilatasi pupil, takikardi, berkeringat, palpitasi, pandangan
kabur, tremor, inkoordinasi motorik).
·
Gejala Putus
Zat
Tidak ditemukan
bukti klinis efek putus zat setelah penggunaan dihentikan.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Pengguna dapat
mengalami flashback atau merasakan efek yang sama berulang dari halusinogen
setelah sekian waktu setelah tidak menggunakan zat tersebut lagi.
4.
Opioid
Manfaat opioid
dalam bidang kedokteran adalah sebagai analgesik, anaesthesia, antitusif dan
pengobatan adiksi. Contoh zat yang termasuk golongan opioid adalah opium, morfin,
kodein, heroin, dan meperidin.
·
Gejala
Intoksikasi
Gejala yang
muncul adalah miosis, euforia, kebingungan, menghilangkan rasa sakit fisik dan
emosional, merasa santai, mengantuk, tertidur, dan bermimpi indah.
·
Gejala
Overdosis
Bila terjadi
overdosis menyebabkan penekanan pada sistem nafas, sehingga dapat mengakibatkan
kematian.
·
Gejala Putus
Zat
Gejala putus zat
dikarakteristikan dengan mata berair, hidung berair, gelisah, berkeringat,
mudah marah, insomnia, tremor, mual, muntah, diare, hipertensi, takikardi,
menggigil, kejang otot dan sakit pada otot, berlangsung selama 7–10 hari.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Pada penggunaan
opioid dengan pemakaian jarum suntik bersama-sama memiliki risiko untuk
terjadinya selulitis, sepsis, endokarditis, hepatitis, dan HIV.
5.
Sedativa,
Hipnotik, atau Ansiolitik
Golongan ini
menyebabkan terjadinya penekanan susunan saraf pusat atau depresan, sama seperti
alkohol dan inhalan. Dalam dosis kecil dapat mengatasi ansietas sedangkan dalam
dosis besar dapat menginduksi tidur. Contoh zat golongan ini adalah bromida,
barbiturat, karbamat, paraldehid, kloralhidrat, dan benzodiazepin.
·
Gejala
Intoksikasi
Gejala yang
muncul adalah euphoria, mengantuk, agresif, labilitas suasana perasaan,
gangguan fungsi kognitif dan daya ingat, anterograde amnesia, inkoordinasi
motorik, ataksia, bicara cadel, nistagmus, penurunan kesadaran, dan lesi kulit
eritema.
·
Gejala
Overdosis
Gejala kelebihan
dosis sedatif-hipnotik adalah bingung, bicara cadel, jalan sempoyongan, nistagmus,
dilatasi atau konstriksi pupil, pernafasan terhambat, koma, kegagalan
kardiovaskular, dan kematian.
·
Gejala Putus
Zat
Gejala putus zat
ditandai dengan adanya ansietas, halusinasi, waham, depersonalisasi,
agorafobia, rasa nyeri, kejang, ataksia, tinitus, panik, delirium, mudah marah,
depresi, apatis, tremor (tangan, lidah, dan kelopak mata), mual dan muntah,
malas, lesu, hipotensi ortostatik, gangguan daya ingat dan daya konsentrasi,
serta insomnia.
·
Komplikasi
Jangka Panjang
Penggunaan
sedative-hipnotik kronis dapat menimbulkan masalah gangguan daya ingat, risiko
terjadinya kecelakaan, jatuh, fraktur tulang paha pada orang usia lanjut,
kerusakan otak, sindrom putus zat, dan mengantuk berlebihan. Jika digunakan
bersamaan dengan alkohol atau obat depresan lain dapat menyebabkan koma,
overdosis dan kematian.
2.2 Definisi Akupunktur
Akupunktur berasal dari bahasa Latin, terdiri dari dua kata,
acus = jarum dan punctura = menusuk. Jadi secara bahasa akupunktur adalah
praktek pengobatan dengan menggunakan jarum yang di tusukkan ke tubuh pasien.
Secara umum, pengertian Akupunktur adalah suatu ilmu dan seni pengobatan
tradisional Timur dengan penusukan jarum halus, pada daerah khusus di permukaan
tubuh, bertujuan menjaga keseimbangan Yin-Yang atau bioenergi tubuh.
Mekanisme kerja akupunktur dalam penyembuhan diuraikan sebagai berikut, titik akupunktur yang jumlahnya kurang lebih 720 titik, merupakan daerah kulit yang banyak mengandung banyak serabut-serabut syaraf. Stimulasi pada titik akupunktur akan merangsang syaraf di titik tersebut dan akan mempengaruhi berbagai neurotransmitter ( Zat Kimiawi Otak ) serta perubahan biofisika. Zat kimiawi otak inilah yang di percaya mampu menjaga keseimbangan fisiologik tubuh dalam keadaan sehat maupun stress serta meninggikan imunitas dan resistensi (kekebalan dan perlawanan ) tubuh terhadap penyakit.
Mekanisme kerja akupunktur dalam penyembuhan diuraikan sebagai berikut, titik akupunktur yang jumlahnya kurang lebih 720 titik, merupakan daerah kulit yang banyak mengandung banyak serabut-serabut syaraf. Stimulasi pada titik akupunktur akan merangsang syaraf di titik tersebut dan akan mempengaruhi berbagai neurotransmitter ( Zat Kimiawi Otak ) serta perubahan biofisika. Zat kimiawi otak inilah yang di percaya mampu menjaga keseimbangan fisiologik tubuh dalam keadaan sehat maupun stress serta meninggikan imunitas dan resistensi (kekebalan dan perlawanan ) tubuh terhadap penyakit.
Efek-efek akupunktur yang sudah di selidiki secara modern,
melalui penelitian ilmiah, adalah normalisasi lambung dan usus, mengatasi
berbagai kondisi nyeri, menurunkan gula dalam darah, menurunkan tekanan darah
tinggi, mengatasi kesulitan tidur ( insomnia ), meninggikan respon kekebalan
tubuh terhadap infeksi, pengaturan dan normalisasi menstruasi, menurunkan asam
urat / uric acid, menyembuhkan kecanduan seseorang terhadap obat-obat
psikotropika dan mampu menurunkan kadar kolesterol.Tak ayal, kini terapi
akupunktur semakin banyak di minati masyarakat yang sadar terhadap efek-efek
negatif pada penggunaan obat kimia sintetis.
Akupunktur merupakan jenis pengobatan yang menggunakan jarum
yang ditusukkan ke dalam tubuh manusia pada tempat-tempat tertentu di bawah
kulit atau sampai ke otot-otot, guna mencapai pengaturan keseimbangan energi
dan darah. Dengan demikian dapat tercapai hasil pengobatan dan perawatan yang
optimal.
2.2.1 Mekanisme Kerja Akupunktur Medik
Tujuan dan rasionalisasi untuk terapi kecanduan narkoba terhadap akupunktur:
·
Mencegah
gejala putus zat
·
Menurunkan
keinginan untuk menggunakan narkoba lagi
·
Menormalkan
fungsi fisiologis yang terganggu akibat penggunaan narkoba
·
Meminimalkan
komplikasi medis dan sosial dari penggunaan narkoba
·
Mempertahankan
kondisi bebas penggunaan narkoba
Efek penusukan terjadi melalui hantaran saraf dan melalui
humoral/endokrin. Secara umum efek penusukan jarum terbagi atas efek lokal,
efek segmental dan efek sentral :
1.
Efek
lokal.
Penusukan jarum akan menimbulkan perlukaan mikro pada jaringan. Hal ini menyebabkan pelepasan hormon jaringan (mediator) dan menimbulkan reaksi rantai biokimiawi.
Penusukan jarum akan menimbulkan perlukaan mikro pada jaringan. Hal ini menyebabkan pelepasan hormon jaringan (mediator) dan menimbulkan reaksi rantai biokimiawi.
Efek yang terjadi secara lokal
meliputi dilatasi kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, perubahan
lingkungan interstisial, stimulasi nosiseptor, aktivasi respons imun
nonspesifik, dan penarikan leukosit dan sel Langerhans. Reaksi lokal ini dapat
dilihat sebagai kemerahan pada daerah penusukan.
2.
Efek
segmental / regional.
Tindakan akupunktur akan merangsang serabut saraf Aδ dan rangsangan itu akan diteruskan ke segmen medula spinalis bersangkutan dan ke sel saraf lainnya, dengan demikian mempengaruhi segmen medula spinalis yang berdekatan.
Tindakan akupunktur akan merangsang serabut saraf Aδ dan rangsangan itu akan diteruskan ke segmen medula spinalis bersangkutan dan ke sel saraf lainnya, dengan demikian mempengaruhi segmen medula spinalis yang berdekatan.
3.
Efek
sentral.
Rangsang yang sampai pada medula spinalis diteruskan pula ke susunan saraf pusat melalui jalur batang otak, substansia grisea, hipotalamus, talamus dan cerebrum.
Dengan demikian maka penusukan akupunktur yang merupakan tindakan invasif mikro akan dapat menghilangkan gejala nyeri yang ada, mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh, sehingga memulihkan homeostasis.
Rangsang yang sampai pada medula spinalis diteruskan pula ke susunan saraf pusat melalui jalur batang otak, substansia grisea, hipotalamus, talamus dan cerebrum.
Dengan demikian maka penusukan akupunktur yang merupakan tindakan invasif mikro akan dapat menghilangkan gejala nyeri yang ada, mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh, sehingga memulihkan homeostasis.
2.2.2 Terapi
Putus Zat
Pada umumnya penderita
yang mengalami gejala putus zat tidak perlu dirawat inap di rumah sakit. Bila
diperlukan, dapat diberikan analgetik untuk mengatasi rasa nyeri dan
antiansietas untuk mengatasi kegelisahan dan iritabilitas. Gejala putus zat
yang paling berat terjadi pada penderita yang mengalami ketergantungan opioida
(heroin). Terapi putus opioida dapat ditempuh dengan beberapa cara :
1. Terapi
putus opioida seketika (abrupt withdrawal), yaitu tanpa memberi obat apa
pun. Pasien merasakan semua gejala putus zat opioida.
2. Terapi
putus opioida dengan terapi simptomatik: untuk menghilangkan nyeri diberikan
analgesik yang kuat, untuk mual muntah diberikan antiemetik, dst.
3. Terapi
putus opioida bertahap dengan menggunakan metadon, buprenorphine, atau kodein
dengan penurunan dosis obat secara bertahap. Besarnya dosis awal dari setiap
jenis obat tersebut tergantung dari tingkat neuroadaptasi pasien. Untuk terapi
metadon, dosis awal yang diberikan adalah 10-40 mg/ hari. Untuk terapi
buprenorphin, dosis awaL4-8 mg/ hari sedangkan untuk kodein diberikan dosis
awal 60-100 mg, 3-4 kali per hari. Pada hari selanjutnya dosis tersebut
diturunkan secara bertahap.
4. Terapi
putus opioida bertahap dengan pengganti bukan dari golongan opioida, misalnya
dengan menggunakan klonidin. Dosis yang diberikan 0,01-0,3 mg 3-4 kali per hari
atau 17 mikrogram per 1 kg berat badan per hari dibagi menjadi 3-4 kali
pemberian.
5. Terapi
dengan memberikan antagonis opioida di bawah anestesi umum (rapid detoxification).
Gejala putus zat timbul dalam waktu pendek dan hebat, tetapi pasien tidak
merasakan karena pasien dalam keadaan terbius. Keadaan ini hanya berlangsung
sekitar 6 jam dan perlu dirawat 1-2 hari.
6. Akupunktur
tubuh untuk mengurangi keparahan gejala putus zat yangterjadi.
2.2.3 Terapi
Pascadetoksifikasi
Program
terapi pascadetoksifikasi banyak ragamnya. Pasien tidak harus mengikuti semua
program tersebut. Bila pasien telah memutuskan akan mengikuti terapi
pascadetoksifikasi, terapis bersama pasien dan keluarganya membicarakan terapi
pascadetoksifikasi mana yang sesuai untuk pasien. Keberhasilan terapi
pascadetoksifikasi ini sangat dipengaruhi oleh motivasi pasien dan konseling.
Program terapi pascadetoksifikasi ini, diantaranya adalah :
1. Farmakoterapi
2. Latihan
jasmani
3. Akupunktur
4. Terapi
relaksasi
5. Terapi
tingkah laku
6. Cara
imaginasi
7. Konseling
8. Psikoterapi:
individual, kelompok
9. Terapi
keluarga
10. Terapi
substitusi opioida dengan program naltrekson, program rumatan metadon, program
rumatan LAAM (l-alfa-aseto-metadol), dan program rumatan buprenorphin.
11. Terapi
pengganti nikotin (nicotine replacement therapy) atau bupropion
dianjurkan untuk perokok yang merokok 10 batang rokok atau lebih.
2.3 Manfaat Kesehatan Akupunktur
1.
Sesi akupunktur bekerja pada menghilangkan penyebab
nyeri punggung kronis rendah, arthritis dan nyeri lainnya. Pasien Oleh karena
itu dapat mengalami kesehatan fisik secara keseluruhan dan penyembuhan alami.
2.
Manfaat akupunktur orang yang menderita gangguan
insomnia dan tidur. Daripada minum obat yang sebagian besar memiliki efek
samping negatif pada sistem tubuh lainnya, cara terbaik untuk mengobati kondisi
tersebut adalah pengobatan akupunktur.
3.
Akupunktur juga manfaat orang-orang yang di jalan
melebihi kecanduan tertentu seperti kecanduan alkohol, merokok kecanduan dan
kecanduan narkoba.
4.
Salah satu manfaat terbaik dari terapi akupunktur
adalah bahwa hal itu memberikan sebuah metode holistik pengobatan. Akupunktur
menangani semua masalah kesehatan dan gangguan. Needling titik akupunktur
membantu dalam menghilangkan semua kemungkinan penyebab penyakit tertentu dan
menyembuhkan pasien secara efektif.
5.
Beberapa orang tidak menderita penyakit apapun tetapi
sering mengalami jatuh dalam tingkat energi karena ketegangan dan kecemasan.
Orang-orang ini bisa mendapatkan keuntungan banyak dari terapi akupunktur.
Akupunktur membuat pasien merasa bebas dari stres dan lega dari kecemasan.
6.
Akupunktur memperkuat sistem kekebalan tubuh dan
meningkatkan sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu, membantu pasien dalam
penyakit mencegah.
7.
Pengobatan akupunktur benar-benar bermanfaat bagi orang
yang mengalami sakit kepala biasa dan migren. Karena akupunktur tidak
memerlukan obat kuat sama sekali, itu akan menjadi yang terbaik bagi pasien
dalam mengurangi rasa sakit.
2.4 Kontra Indikasi Dan
Efek Samping
Dalam pengobatan, akupunktur dapat dipakai sebagai suatu
cara terapi tersendiri, atau sebagai terapi penunjang cara pengobatan lain,
atau sebagai alternative terapi apabila cara pengobatan lain tidak
memungkinkan. Indikasi akupunktur antara lain :
a
Berbagai
keadaan nyeri seperti nyeri kepala, migren, nyeri bahu, nyeri lambung, nyeri
haid, nyeri sendi dan lain-lain.
b
Kelainan
fungsional seperti asma, alergi, insomnia, mual pada kehamilan.
c
Beberapa
kelainan saraf seperti hemiparesis, kesemutan, kelumpuhan muka.
d
Berbagai
keadaan lain seperti mengurangi nafsu makan, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan
stamina, efek analgesi pada operasi dan lain-lain.
Sebagai
kontra indikasi adalah keadaan fisik yang terlalu lemah, tumor, infeksi
sistemik, luka di tempat penusukan. Pada kehamilan terdapat titik-titik yang
tidak boleh ditusuk karena dapat menyebabkan abortus. Akupunktur dapat
menimbulkan efek samping seperti perdarahan di tempat penusukan, nyeri di
tempat penusukan, pneumotorak, rasa baal, jarum patah atau bengkok, syok.
Dengan adanya kontra indikasi dan efek samping tersebut maka seyogyanya
akupunktur dilakukan oleh tenaga ahli yang terlatih.
KESIMPULAN
Akupunktur merupakan suatu metode terapi dengan
penusukan pada titik-titik di permukaan tubuh untuk mengobati penyakit maupun
kondisi kesehatan lainnya. Dengan metode akupuntur, titik-titik tertentu pada
tubuh diberi rangsangan dengan jarum untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Sistem ini memiliki fungsi melindungi tubuh dari bahan patogenik, membuang sisa
jaringan yang rusak, serta mengenal dan membuang selsel abnormal. Teknik
pengobatan ini berasal dari Cina. Caranya, jarum ditusukkan pada titik-titik
tertentu di permukaan tubuh. Metode ini berdasarkan pada hipotesis bahwa dalam
tubuh manusia terdapat energi kehidupan. Berkaitan kemampuan tubuh untuk menghambat, membatasi,
atau menghilangkan benda asing atau sel abnormal yang dapat membahayakan tubuh.
Kecanduan narkoba merupakan permasalahan yang
terjadi di seluruh negara di dunia sejak berabad-abad yang lalu. Terdapat tiga
faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecanduan narkoba. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor lingkungan, faktor narkoba yang menimbulkan efek
fisiologis tertentu, dan faktor genetik. Penggunaan narkoba, terutama bila
dalam jumlah berlebihan, dalam jangka waktu yang cukup lama, dan cukup sering,
dapat merugikan kesehatan jasmani, kesehatan jiwa, dan kehidupan sosial
penggunanya. Selain itu, penggunaan narkoba juga merugikan keluarga,
lingkungan, dan masyarakat luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Juwana
S. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat Psikoaktif:
Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba, 2 Edition, Jakarta: EGC, 2004.
Kurniadi
H. Napza dan Tubuh Kita Jakarta: Jendela, 2000.
http://health.detik.com/read/2012/06/06/173447/1934616/775/terapi-terapi-untuk-pengobatan-kecanduan-narkoba?l1102755